Aksi Anti-Pornografi: Perangi “Kenikmatan” yang Menyesatkan

551

Oleh: Nurul Nur Azizah

“Bermainlah, Nak! Duniamu adalah dunia bermain. Berimaginasi dan bermimpilah! Entah menjadi astronot, pilot, dokter atau apapun yang ingin kau gapai nanti. Berlari dan teruslah tertawa: yang bebas dan lepas. Jangan biarkan kenikmatan sesaat pornografi menyesatkanmu. Hingga merampas duniamu, lalu menggantinya dengan beringasnya candu. Malah – malah, ia dapat menghancurkan pikiran, mental dan masa depanmu. Perjalanan hidupmu masih akan panjang, Nak! Ya, karena kau (masih berhak) atas masa anak-anak”

Jam berdetak menunjukkan pukul 7 pagi, hujan lebat tetiba mengguyurkan tubuhnya dan menjelma dingin yang menggigil. Sebentuk kantuk pun, tampak masih bergelayut manja di kantong-kantong mata. Entah, karena sisa begadang semalam-an atau lelah karena akhir pekan masih harus bergegas. Namun, di dalam ruangan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) itu, gelora semangat puluhan peserta Pelatihan UPI Peduli Generasi Negeri justru panas membara (23/10).

Ada sekitar 20-an mahasiswa terpilih dari berbagai fakultas di UPI, dan 4 relawan Aliansi Selamatkan Anak Indonesia (ASA Indonesia) mengikatkan satu visi untuk menyelamatkan anak-anak dari bahaya pornografi. Di antara dengan saling berbagi pengetahuan seputar bahaya pornografi pada anak, keterampilan edukasi anti pornografi, dan melakukan aksi sosial kerelawanan serta gerakan anti pornografi dengan target anak-anak, remaja hingga orang tua. Tak ketinggalan, bahaya pornografi yang berasal dari pengaruh media.

“Tujuan di adakannya pelatihan kerelawanan ini, yaitu karena agresif media yang masuk dalam dunia anak-anak dan remaja khususnya, telah membawa pengaruh buruk seperti pornografi bagi mereka. Nah, pelatihan yang dibantu oleh ASA Indonesia ini harapannya dapat diaplikasikan minimal di lingkungan sekitar kita nantinya” terang Rudi S Nazar, Ketua Pelaksana sekaligus perwakilan Kementerian Pengembangan pada Masyarakat (KPPM) BEM Republik Mahasiswa UPI dalam kegiatan tersebut kepada peserta.

Tak ingin membosankan, 4 pemateri dalam Pelatihan yang berlangsung selama 2 hari ini pun, menyampaikan materi dengan cara interaktif dan menyenangkan. Berbagai macam games dan diskusi dihadirkan setiap pergantian topik bahasan. Di antaranya adalah topik tentang bahaya pornografi, literasi media, kerelawanan, pola asuh pada anak-anak dan bagaimana merancang aksi sosial dan program edukasi kepada masyarakat.

Pornografi Dibingkai Media

Pornografi itu ibarat candu. Sekali kita mengonsumsinya, maka kita akan sulit melepaskan diri darinya. Karena pikiran, mental dan perilaku seolah akan menjadi “hamba” yang diperdaya oleh kenikmatan sesaat yang membawa petaka itu. Layaknya, candu pada narkoba yang menuntut dosis kian tinggi, candu pada pornografi pun dapat menyebabkan berbagai perilaku menyimpang.

“Hal yang pertama muncul ketika seseorang pertama melihat porno adalah psikologi adiksi dengan merasa jijik, kemudian mulai penasaran dan tertantang untuk mencari hal porno, kemudian timbulah rasa senang sehingga mulai menikmati. Setelah tahap itu, ia akan kecanduan dan menjadi biasa dengan hal-hal yang berbau porno. Hal yang paling berbahaya di tingkat tinggi kecanduan adalah acting out, di mana anak bisa aktif mengajak untuk hal-hal yang berbau porno. Bahkan melakukan perilaku seks menyimpang, seperti bersetubuh dengan hewan, sesama jenis dan sebagainya”, ungkap Rini Setianingsih, Psikolog Universitas Indonesia yang kini juga aktif dalam ASA Indonesia.

Ia melanjutkan, bahwa anak yang kecanduan pornografi pada otak bagian depan atau logus frontalis nya akan terganggu. Otak bagian ini, berfungsi dalam perencanaan, kontrol diri, konsentrasi serta decision making pada anak dan berhenti berkembang setelah anak memasuki usia dewasa.

“Itulah kenapa, anak yang telah kecanduan porno dari kecil, besar kemungkinan akan mengalami gangguan berpikir dan mental ketika dewasanya. Bahkan dapat menyebabkan tindak kekerasan seksual. Anak kemudian akan ditawarkan pada dua pilihan: anak itu menjadi traumatik terhadap hal-hal yang berbau seks, atau dia akan berada pada situasi yang disebut modeling, yakni anak akan menjadi pelaku penyimpangan seksual di kemudian hari” tutur Rini mengungkapkan kengeriannya.

Hal yang mendekatkan anak pada jerat pornografi memang dapat berasal dari mana pun. Bisa dari pola asuh orang tua yang mencetak anak -anak BLAST (Boring, Lonely, Angry, Stress, Tired), pengalaman yang didapat anak, lingkungan sosial yang dengan gamblang memamerkan pornografi, hingga teknologi dan media yang semakin “perkasa” menggiring anak kepada pornografi.

“Media literasi penting untuk diterapkan. Ini karena anak-anak dan remaja adalah pengguna aktif dan progresif media di masa kini dan mendatang. Kemampuan mengakses, memilah, mengkritisi dan memproduksi kembali konten media ini, minimal dapat dipelajari sebagai keterampilan di lingkungan keluarga. Utamanya sebagai upaya perlindungan anak terhadap bahaya pornografi” pungkas Hendra Adityawijaya, Praktisi Literasi Media.

Hendra menuturkan, anak-anak harus diberi bimbingan dan pendampingan dalam menggunakan media. Mengenali kebutuhan infomasi dalam media juga perlu menjadi pertimbangan mengenalkan anak pada media. “Lihat anak butuhnya apa, berikan apa yang ia butuhkan saja sesuai usia perkembangannya. Terangkan pada anak bagaimana menyikapi jika menemukan pornografi di media secara tidak sengaja misalnya” tegasnya.

Edukasi Anti-pornografi

Puluhan mahasiswa yang menjadi peserta pelatihan pun semakin semangat menyimak pematerian rencana aksi anti-pornografi. Sorakan-sorakan yel-yel aksi anti pornografi pun digemakan dengan lantang dan penuh semangat di seisi ruangan. Disusul dengan pemateri yang tak kalah antusias meski waktu kian merangkakkan kakinya menghampiri senja.

Dalam menentukan aksi sosial apa yang akan dilakukan pada masyarakat, perlu dilakukan langkah-langkah berikut, di antaranya mengidentifikasi masalah apa yang paling krusial untuk diselesaikan di masyarakat. Misalnya kasus anak-anak yang banyak mengakses pornografi akibat games. Lalu, menentukan hal apa yang perlu dilakukan dan mengapa hal itu penting. Selanjutnya menentukan siapa saja pihak yang akan terlibat dalam aksi. Kemudian membuat indikator keberhasilan dan timeline menjalankan aksi sosial.

“Yang jelas, sebelum menjalankan aksi sosial, termasuk dalam edukasi anti-pornografi ini, temukan reason atau alasan kuat mengapa kalian melakukan ha itu. Kalian tidak akan mampu berjalan sendiri-sendiri, maka berkolaborasilah!” ucap Kuncoro Probojati, Presidium ASA Muda Indonesia.

Melanjutkan Kun, Yulinda Ashari aktivis Anti-Pornografi lainnya, mengemukakan bahwa dalam upaya edukasi anti-pornografi kepada masyarakat perlu memahami kepada siapa dan cara pendekatan target terlebih dahulu. “Misalnya, cara mengedukasi anak-anak SD mengenai anti-pornografi, dapat disederhanakan dengan pengenalan gender identity terlebih dahulu, di antaranya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, boleh tidaknya mandi bersama, menanamkan rasa malu, tidak berganti pakaian di tempat umum, permainan anak laki-laki dan anak perempuan, sentuhan yang boleh dan tidak boleh” lanjutnya.

Salah satu peserta pelatihan yang merupakan Mahasiswa Pendidikan Sosiologi 2014, Assifa Ruhi Trisna, menyampaikan kesannya setelah pelatihan bahwa ia mendapat banyak manfaat mengenai edukasi anti-pornografi hingga aksi sosial kerelawanan.”Banyak banget yang aku dapet dari pematerian keren 2 hari ini, aku jadi lebih tau gimana bahayanya pornografi, gimana pola asuh yang baik pada anak, pentingnya media literasi, dan jadi tau gimana caranya menjalankan aksi sosial dan kerelawanan untuk edukasi anti pornografi. Materi dan pematerinya pokoknya keren deh!” ujarnya penuh kesan.

Comments

comments