Kenalkan Djamoe 6 Lewat Keunikan Sore Phoria
Oleh: Prita K. Pribadi
Bumi Siliwangi, isolapos.com— Sore Phoria, kegiatan pra-event dari Djamoe 6 telah berhasil digelar cukup meriah di Teater Terbuka Museum Pendidikan Nasional UPI, Jum’at (6/10). Acara yang identik dengan seni dan budayanya itu, melibatkan beberapa pihak seperti Studio 229, mahasiswa FPSD dan berbagai komunitas yang turut meramaikan Djamoe tahun ke-6 ini.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, Djamoe 6 yang akan diadakan pada tanggal 20 hingga 22 Oktober 2017 ini menyuguhkan keunikannya dengan mengusung tema “Seni Euphoyria”. Nama dari tema yang diambil pun cukup unik, dimana uphoy diistilahkan untuk UPI. Hal itu ditentukan berdasarkan mahasiswa FPSD yang terbiasa menyebut kampus UPI dengan kata uphoy. “Anak FPSD mah manggil UPI tuh Upoy,” kata Miftah Fauzan, salah satu panitia pra-event Djamoe 6.
Adapun makna dari tema itu sendiri, euphoyria adalah salah satu bentuk transformasi dari kata euphoria yang artinya bergembira dan berbahagia, atau sebuah bentuk selebrasi setelah mencapai sesuatu yang besar. “Djamoe 5 itu pencapaian yang cukup besar dan di Djamoe 6 ini kita patut untuk merayakan itu,” lanjut Miftah.
Selain itu, Djamoe 6 mempunyai filosofi yang unik, dimana Djamoe diartikan sebagai obat atau herbal. Disisi lain, Djamoe pun diartikan sebagai menjamu orang-orang dengan hangat. “Kalau Djamoe 5 kemarin sebagai herbal dan menyapa, kalau sekarang Djamoe 6 itu kita menjamu orang, makanya tadi ada liwetan bareng,” tutur Miftah menjelaskan. Sedangkan filosofi dari logo Djamoe 6 yang menggambarkan daun pisang, menunjukkan bahwa masyarakat UPI dapat bersatu menjadi satu kesamaan yang “enak”. “Djamoe menjadi sebuah wadah yakni daun pisang, dimana nasinya adalah masyarakat UPI, toping-topingnya itu konten-konten yang ada di Djamoe.”
Tak hanya itu, ikon bunglon pun menjadi salah satu keunikan yang mempunyai arti mendalam bagi kegiatan Sore Phoria ini. Bunglon dianalogikan sebagai makhluk yang sangat tua namun tetap bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan. “Djamoe ini pengin menunjukkan bahwa Djamoe pun bisa beradaptasi, gak harus melulu tradisional. Djamoe dipegang oleh generasi yang baru, ya sudah kenapa gak diadaptasikan?” Akan tetapi, hal itu tidak berarti menghilangkan unsur ketradisionalan Djamoe. “Pagi hari sampai sore itu keroncongan, pokonya kita memberikan kesan tradisional. Malamnya kita berikan kesan teknologi yang memang itu satu bentuk adaptasi dari generasi jaman sekarang,” kata Miftah, yang juga mahasiswa jurusan Seni Rupa 2015.
Lebih lanjut; Djamoe 6 akan segera menyuguhkan banyak kolaborasi dengan beberapa pihak yang cukup berpengaruh, diikuti dengan unsur budaya dan teknologi yang nantinya lebih banyak menampilkan Uvisual. Uvisual sendiri menjadi salah satu daya tarik tinggi bagi para mahasiswa UPI. “Ya kita liat aja nanti apa yang akan kita lakukan,” katanya.
Djamoe 6 juga akan diselenggarakan di kampus UPI. Hal itu dilakukan agar mahasiswa lain dapat mengenal UPI dan karya seni mahasiswanya. “Di UPI itu ada kok seninya dan nggak main-main. Bisa juga untuk diperhitungkan gitu istilahnya,” tutupnya.[]