Kabar Eugenia dari Rumah Sakit
Oleh: Rio Tirtayasa
Bandung, Isolapos.com— Pergantian Oktober ke November masih riuh dengan Ulangan Tengah Semester (UTS). Mahasiswa UPI sibuk belajar tambahan hingga larut malam demi mengerjakan UTS keesokan harinya. Termasuk Eugenia Aromatica Oktaviani, mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang. Seperti biasanya, Eugenia atau yang sering disapa Euge/Yujin memesan ojek online (ojol), sebab menghabiskan waktu yang tidak sedikit bila berjalan kaki dari indekos yang berada di Geger Kalong menuju FPBS dengan jalan yang menanjak.
Matahari belum terasa teriknya tapi jalan sudah ramai. Tidak lama melintas di jalan Setiabudi, ojol yang ditumpangi Eugenia tiba-tiba diseruduk oleh angkot dari belakang.
Motor dan pengendara ojol terlempar ke kiri sisi jalan, sedangkan Eugenia terjatuh ke sisi kanan jalan, supir angkot berusaha memutar balik mobil menuju arah Setiabudi bawah yang malah menabrak kembali Eugenia yang masih terkapar di aspal jalan tepat di depan gerbang masuk mobil UPI.
Setelah kejadian, Eugenia langsung dilarikan ke rumah sakit, dan ditempatkan pada ruang Intensive Care Unit (ICU). Alat bantu penapasan menempel pada hidung Eugenia, selang bantu makan berada di hidungnya. Alat infus pada tangannya, serta monitor masih menunjukan adanya harapan, tanda-tanda Eugenia belum pergi meninggalkan orang-orang yang disayanginya.
Titin Kurniawati, ibunda dari Eugenia langsung menuju rumah sakit, saat sedang menjalani Pendidikan dan pelatihan di Cianjur. Doa tidak berhenti dipanjatkan. Setiba di rumah sakit, Titin yang terbiasa melihat Eugenia ceria, namun saat itu diam seribu bahasa. Terbaring pada Kasur ICU yang menentukan hidup-matinya.
Melewati Masa Kritis
Eugenia telah melawati masa kritisnya. Namun, dia masih terbaring di kasur ruang perawatan rumah sakit. Dia membuka matanya, melihat orang-orang yang datang menjenguknya. Mulai dari teman kelas, teman satu kegiatan, hingga orang-orang lain yang peduli padanya. Setiap hari tak ada henti-hentinya orang-orang yang mengenal Eugenia datang menjenguk dan mendoakannya. Ingatannya juga masih buram kepada orang-orang yang dikenalnya.
Nenden Yulia, sahabat Titin yang ikut menemani Eugenia dari awal masuk ICU mengatakan kalau Eugenia masih mencoba mengingat-ingat orang yang datang. Sebab benturan kepala pada aspal sedikit berefek pada ingatannya.
“Euge, belum sepenuhnya inget, bahkan sama ibunya aja masih belum inget sepenuhnya.” jelas Nenden.
“Tapi pernah dia inget sekali, waktu itu temen-temennya dari Katumbiri datang, dia nunjuk-nunjuk ke mereka, kayanya sih itu ingetan terakhir Euge sebelum kecelakaan, jadi masih inget beberapa orang.” tambah sahabat Titin Kurniawati.
Dalam membantu ingatan Eugenia kembali, Titin mencoba dengan menceritakan yang pernah dilakukan Eugenia. Dia juga memperkenalkan orang-orang yang datang kepada Eugenia yang belum bisa banyak bergerak.
“Ini Novita, Ini Winni, masih inget ke meraka? Mereka berdua temen sekelas Euge,” kata Titin sambil menunjuk Novita dan Winni.
Novita dan Winni menceritakan kisah-kisah Eugenia sebelum masuk ke rumah sakit. Pernah Eugenia mengajak teman-temannya nonton film di bioskop, namun saat itu filmnya belum rilis.
“Mah tau teu dia (Eugenia-red) tuh dengan gayanya yang ga berdosa dengan logat Euge yang kalem sambil ketawa,” kata Novita yang mengambil kembali ingatan tentang Eugenia saat itu. “Sorry yah ternyata filmnya belum mulai,” tambah Winni yang meniru kata-kata Eugenia.
Kemudian Titin mengelap dan membersihkan dahi dan rambut Eugenia. Dia mengingat-ingat kembali saat awal-awal di ICU. Kepada Titin, dokter mengatakan bahwa di ICU itu tiap menit atau detik bisa berubah. “Kondisi seperti ini, pokoknya mengingatkan bahwa apapun bisa terjadi, diisyaratkan kalau sesuatu terjadi jangan terlalu kaget, tapi di mata Tuhan itu satu tambah satu tidak selamanya dua, berbagai kemungkinan bisa terjadi.”
“Setelah melewati hari keempat, tugas saya makin berat, orang yang koma itu mudah terserang penyakit,” jelas Titin Kurniawati yang mengucapkan kembali perkataan dokter.
“Saya lebih deg-degan lagi. Saya tidak merasa aman dan nyaman, hingga pada hari kesepuluh atau amannya hari keempat belas,” kata Titin setelah mendengar ucapan dokter.
Terhitung sudah tujuh hari dari tanggal 26 November, Eugenia sudah berada di ruang perawatan, setelah sebelumnya dia harus berada di ruang Intensive Care Unit (ICU). 19 hari Eugenia harus berada dalam ruangan yang hanya boleh dikunjungi dua jam sehari.
Eugenia mengalami luka dalam bagian kepala dan tubuhnya. Dua kali dioperasi. Tulang rusuk dan selangkanya. Ditambah paru-paru Eugenia terserang virus ganas setelah kecelakaan. Menurut Titin, operasi tulang selangka bersamaan dengan pembersihan virus yang menyerang paru-parunya.
Titin menyentuh dadanya dengan tangan kanan sambil menjelaskan kalau dia mulai lemas saat itu. “Saya aja deg-degan, kata dokter, operasi itu biasanya paling lama sampai empat jam. Euge, sampai tiga jam pun belum selesai. Saya bersyukur pas tiga jam setengah sudah selesai.”
Kumandang azan magrib masuk dari cela-cela jendela rumah sakit. Titin mengelus-elus tangan Eugenia yang sudah sadar, namun belum bisa banyak bergerak. Dia mencoba menerawang kembali saat Eugenia masih di ruang ICU. Selama 19 hari Eugenia di dalam ruang ICU. Pada malam ke 16 dia sadar dari masa kritisnya, padahal rencana keesokan harinya dia akan dioperasi. Dokter yang tahu kalau Eugenia sadar pun tak jadi mengoperasi. “Awalnya tenggorokan akan dilubangi untuk pernapasan, tapi tidak jadi. Dia tiba-tiba bangun, waktu itu tepuk tangan, kemudian tidur kembali. ” menjelaskan detik-detik Eugenia sadar dari masa kritisnya.
Setelah di ruang perawatan, Eugenia pernah mengisyaratkan sesuatu. Dia menunjuk-nunjuk ke arah depannya. Titin dan Nenden kebingungan, mereka berdua ikut menunjuk benda-benda yang ada di hadapan Eugenia. Ketika mereka berdua menunjuk televisi, Eugenia mengisyaratkan dengan kedipan matanya.
“Waktu itu saya gonta-ganti channel, dia menggerakan tangannya waktu ga mau nonton channel itu, nah pas ada acara Korea, dia ngeliatin terus, ngeisyaratin itu channel yang mau ditonton,” kata Titin. “Malah jadi saya yang dicuekin pas dia nonton,” tambahnya.
Bagi Novita dan Winni, Eugenia adalah orang yang periang dan banyak teman. Bahkan bagi mereka berdua, kelas tanpa adanya Eugenia menjadi lebih sepi dari biasanya. Biasanya juga Eugenia selalu menagih uang di kelasnya, karena dia juga sebagai bendahara kelas. Dalam ingatan Novita dan Winni, setiap orang dirinci siapa dan berapa yang harus dibayar, dan jika belum dibayarkan Eugenia biasa meneror secara langsung atau pun media sosial. Selain itu, Eugenia juga aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) Katumbiri.
Beberapa hari sebelumnya, Eugenia kedatangan mahasiswa dari Jepang yang sedang berkuliah di UPI yang sekaligus teman Eugenia. Mahasiswa dari Jepang itu mengatakan kalau Eugenialah yang mengajari mereka berdua bahasa dan budaya Indonesia. Mereka yang biasanya diajarkan tarian-tarian Indonesia, kini merasa ada yang kurang tanpa Eugenia. Sebab hanya cara pendekatan Eugenia yang bisa mengajarkan mereka berdua.
Kedua mahasiswa dari Jepang itu pula pernah diajak Eugenia makan di sebuah rumah makan Padang. Mereka berdua mengatakan kalau makanan Indonesia itu pedas. “Euge, kasihan itu orang jepang disuruh makan nasi padang,” kata Titin menirukan teman Eugenia.
“Dia jawab, emangna urang keur di ditu teu dikasih makan Jepang apa, urang enek atuh, nya da manehna ge urang kasih makan nasi padang,” ucap Eugenia yang diucapkan kembali Titin.
“Bener kan Euge? Mereka harus ngerasain juga ya?” Titin menanyakan ke Eugenia yang sedang memandangi kami di hadapannya. Seketika Eugenia mengisyaratkan jempol tangan kirinya pada kami.
Kabar Baik
Saat ini Eugenia sudah mulai menjalani Fisioterapi demi membangkitkan kembali fisiknya yang sudah hampir sebulan tertidur lemah. Dia boleh pulang dalam dua hari jika sudah bisa duduk secara normal. Nantinya, Eugenia akan menjalani rawat jalan hingga kondisinya pulih seperti sediakala. Baik keluarga, teman-temannya, hingga dosen-dosennya menunggunya kembali lagi ke kampus. Semua orang yang menjenguk setiap hari tak henti-hentinya berdoa untuk kesembuhannya agar bisa kembali beraktivitas seperti biasa. []
Redaktur: Dzahban Jodhie