Beberapa Hal Lucu dari Pra Pemilu Rema
Oleh: Rio Tirtayasa
*Mahasiswa Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Ada yang lucu dari pelaksanaan pemilu Republik Mahasiswa kali ini. Bukan, bukan, ini bukan tentang keributan yang terjadi pada saat sosialisasi peraturan pemilu 5 Oktober lalu. Ataupun tentang sudah jalannya pencalonan Capres dan Wacapres Rema UPI 2019, padahal belum ada Surat Keputusan untuk KPU. Sebelumnya, mari saya kenalkan Anda dengan KPU Rema UPI terlebih dahulu.
Apa itu KPU Rema UPI?
UU Nomor 02 Tahun 2016 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Rema UPI mengatur segala hal yang berkaitan dengan Pemilu Rema UPI. Pada bab IV dijelaskan bahwa KPU Rema UPI berfungsi untuk menyelenggarakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden BEM Rema UPI. Dalam penyelenggaraanya pun wajib bebas dari pihak mana pun yang berkaitan dengan tugasnya. Sudah jelas bahwasanya KPU harus netral dari semua pihak, sebab KPU simbol jujur dan adil.
Bagaimana Memilih Keanggotaan KPU Rema UPI?
Sebelum adanya keanggotan KPU, DPM dan BEM Rema membuat tim seleksi calon anggota KPU. Tim seleksi tersebut bertugas merekomendasikan anggota KPU, dan tim seleksi tersebut berasal dari pengurus DPM dan BEM Rema. Setelahnya tim seleksi mengumumkan pendaftaran calon anggota KPU, dan lalu melakukan penelitian administrasi, tes tulis, dan wawancara kepada setiap calon anggota KPU. Kemudian, tim seleksi mengajukan nama ke DPM dan BEM Rema. Terakhir, struktur keanggotaan ditentukan oleh KPU itu sendiri, baik ketua maupun perangkat lainnya yang dibutuhkan.
Hal Lucu dari KPU Rema UPI Hari Ini
KPU Rema UPI merupakan lembaga yang netral dalam sebuah arena Pemilu Rema UPI setiap tahunnya. Bisa dikatakan dalam sebuah pertandingan olahraga, KPU merupakan perwujudan wasit yang maha adil. Mereka yang berhak memutuskan setelah menimbang dan membaca kondisi yang sedang terjadi jika terjadi sebuah masalah dalam arena pemilu. Mulia sekali bukan, tapi bagaimana pun mereka tetap manusia yang pasti mempunyai hasrat.
Jadi mari saya mulai dari hal lucu yang pertama, kalau Anda mendengar kata mantan jangan bilang bahwa mantan adalah mahluk paling hina. Pokoknya jangan pernah, karena mantan pengurus BEM Rema bisa menjadi lebih baik, seperti menjadi Ketua KPU Rema UPI 2019.
Bukan, bukan kepengurusan BEM Rema tahun 2017, melainkan kepengurusan tahun ini. Loh kok bisa? Ya jelas bisa, wong yang terhormat Ketua KPU ini bukan pengurus lagi. Coba baca poin h, pada pasal 13 UU Pemilu Rema UPI. Kurang lebih isinya seperti ini, “bukan merupakan pengurus MPM Rema UPI, DPM Rema UPI, BEM Rema UPI yang sedang menjabat”.
Ketua KPU Rema UPI 2019, Muhammad Miftahudin merupakan mantan anggota dari Kementerian PSDO BEM Rema UPI 2018. Beliau mengajukan pengunduran diri pada 19 September lalu, atau satu hari setelah pendaftaran online perangkat pemilu berakhir. Surat keputusan pengunduran diri beliau pun keluar pada tanggal 24 September lalu, atau tiga hari setelah tes tulis dan wawancara berakhir. Ataupun dua hari sebelum pengumuman perangkat pemilu.
Tetapi, ada pertanyaan yang mendasar, kapan yang terhormat Ketua KPU daftar menjadi perangkat pemilu? Sedangkan SK saja baru turun pada tanggal 24 September. Berarti yang maha netral mendaftarkan dirinya sebelum SK turun, atau bisa dikatakan beliau masih menjabat sebagai pengurus BEM Rema. Toh batas tes tulis dan wawacaranya adalah tanggal 21 September. Hanya tim seleksilah yang maha mengetahui hal tersebut.
Mari saya lanjut yang kedua, jika Anda membaca UU Pemilu Rema UPI itu tidak beda dengan UU Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Bukan hanya bentuk republik saja yang direplika, tapi undang-undangnya pun direplika, walaupun disesuaikan dengan keadaan kampus tercinta.
Sekali lagi, ada yang lucu dari tahapan pemilihan perangkat pemilu ini. Kurang jelasnya batasan waktu seseorang mengundurkan diri dari pengurus Rema. Jika dilihat dari kasus yang maha netral Ketua KPU ini kurang etis sekali. Anda bisa bayangkan beliau mengudurkan diri sewaktu dimulainya pemilihan perangkat pemilu. Bukankah itu lucu.
Kalau mau buat saja seperti pada poin i, pada pasal 21 UU Pemilu RI. Kurang lebih calon perangkat pemilu telah mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik sekurang-kurangnya lima tahun. Ya walaupun yang terhormat Ketua KPU ini bukan dari partai politik atau semacamnya, tapi setidaknya batasan yang jelas.
Hal lucu yang ketiga, Rema membuat subjektif menjadi objektif. Coba Anda baca UU Pemilu RI pasal 22 poin 3, tim seleksi terdiri dari unsur pemerintah, akademisi, dan masyarakat. Sedangkan pada UU Pemilu Rema UPI, tim seleksi adalah berasal dari pengurus DPM dan BEM Rema. Tak adanya unsur masyarakat dalam tim seleksi, dalam hal ini maksudnya adalah mahasiswa non-pengurus Rema.
Walaupun di pasal selanjutnya tim seleksi melaksanakan dengan melibatkan mahasiswa UPI, tapi semua keputusan tetap berada pada tim seleksi yang meliputi DPM dan BEM Rema. Berbeda dengan tim seleksi di Pemilu RI, pengambil keputusan adalah tim seleksi yang meliputi pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
Terakhir, bagaimana pun netral adalah tidak memihak ke pihak mana pun. Entah bagaimana yang dirasakan yang maha netral Ketua KPU saat ini, tetap saja citra beliau sudah hancur. Sebab bagaimana pun ia adalah mantan pengurus BEM Rema 2018. Senetral apapun beliau, ia juga punya kedekatan emosional dengan pengurus BEM Rema lainnya. Beliau sudah bersama kepengurusan BEM Rema saat ini kurang lebih selama tujuh bulan sejak dilantik Februari lalu. Kedekatan emosional itu tak akan bisa dihilangkan. Apalagi jika salah satu pengurus BEM Rema yang sekarang mencalonkan menjadi Presiden atau Wakil Presiden.[]
*Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis