Mempertanyakan Besaran Uang Saku Bidik Misi UPI

394

Oleh Yoga Prayoga*

Belakangan ini, Anies Baswedan, entah sebagai Menteri atau pribadi, sebagaimana tercermin dalam tulisan berjudul VIP-kan Guru-Guru Kita, sedang gencar mengkampanyekan “Gerakan Hormati Guru”. Ia mengatakan bahwa sudah saatnya bangsa kita beranjak pada satu paradigma baru, yakni memprioritaskan kepentingan guru, dibanding jenis profesi lain. Sebab, adanya jenis profesi lain adalah buah tangan guru.

Namun demikian, realitas yang ada berbeda dengan ide tersebut masihlah terjadi. Salah satunya di Universitas Pendidikan Indonesia, perguruan tinggi yang merupakan ‘pabriknya calon guru’. Hal itulah yang membuat saya terdorong untuk menulis artikel ini.

Saya tak tahu, kepada siapa artikel ini harus ditujukan. Apakah mesti kepada Rektor UPI? Ataukah kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti)? Atau justru kepada pihak lain, yang saya tak tahu harus menyebutnya apa? Tapi yang pasti, ini ditujukan bagi mereka yang memiliki wewenang untuk mengelola beasiswa Bidik Misi di UPI, terlebih  mengenai penentuan besarannya.

Sesungguhnya, saya bukan mahasiswa penerima jenis beasiswa tersebut. Oleh karena itu, sama sekali tiada implikasi bagi saya, baik bila beasiswa itu kecil atau besar jumlahnya, maupun cepat atau lambat pencairannya. Jadi, tulisan ini lahir bukan dari seorang yang sedang mengeluh, melainkan lebih cenderung berempati.

Ada fakta yang mengherankan setelah saya bertanya kepada beberapa rekan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) tentang besaran uang saku beasiswa Bidik Misi yang mereka peroleh. Di ITB, besaran uang saku beasiswa Bidik Misi yang diterima mahasiswa Bidik Misi sebesar Rp. 900.000,-. Sayangnya, di UPI, besaran uang saku tersebut sejak tahun 2011 hingga kini tetap sebesar Rp. 600.000,-.

Padahal, selama rentang tahun tersebut, rata-rata besaran inflasi mencapai angka 5% per tahun, atau 15% selama tiga tahun. Itu artinya, Rp. 600.000,- di tahun 2011 tak sepadan nilainya dibanding Rp. 600.000,- di tahun 2014. Apalagi pasca kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berdampak pada melambungnya biaya hidup belakangan ini. Sehingga, menjadi ganjil jadinya bila asumsi ekonomi pada masa yang lalu justru tetap menjadi patokan bagi alokasi anggaran di masa kontemporer.

Terhadap hal di atas, saya dan barangkali sekian ribu mahasiswa UPI yang menjadi penerima beasiswa Bidik Misi, tentu amat memerlukan klarifikasi dari pihak yang entah siapa namanya itu. Mereka yang menjadi pengelola beasiswa jenis ini kami harap mampu memaparkan berbagai variabel yang menjadi rumus bagi penentuan besaran uang saku beasiswa yang minim bila dibandingkan dengan kampus tetangga UPI lainnya.

Apabila beasiswa itu memang disalurkan secara langsung dari Dikti kepada mahasiswa, maka artikel ini boleh Dikti artikan sebagai protes atas minimnya besaran uang saku beasiswa. Namun, apabila penyaluran beasiswa itu dilakukan melalui pihak ketiga, dalam hal ini pihak universitas, dan besaran uang saku beasiswa yang sebenarnya justru lebih dari jumlah yang disebutkan di atas, maka surat ini bisa ditindaklanjuti oleh pihak Inspektorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Irjen Dikti) dengan penyelidikan keuangan.

Kemudian, selain soal minimnya besaran, perlu diketahui bahwa para penerima beasiswa Bidik Misi di UPI juga memiliki beban tambahan berupa tagihan uang praktikum (field trip). Meski berdasarkan Peraturan Menteri  Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 55 Tahun 2013 dinyatakan bahwa setiap kampus negeri mesti menerapkan mekanisme Uang Kuliah Tunggal (UKT), nyatanya di UPI hal itu tak terealisasi secara ideal. Dengan adanya tagihan uang praktikum, UKT yang diamanatkan oleh Permendikbud justru malah menyeleweng menjadi UKJ alias ‘Uang Kuliah Jamak’.

Akhir kata, semoga tulisan pendek ini bisa menjadi jalan pembuka bagi paradigma baru yang berupaya memprioritaskan kepentingan guru maupun calon guru. Lebih lanjut, semoga surat ini juga bisa menjadi jalan pembuka bagi pengelolaan dana pendidikan secara transparan, khususnya di UPI.

***

*Yoga Prayoga, Mahasiswa Departemen Pendidikan Sejarah UPI Angkatan 2011.

Comments

comments