Sertifikasi Tak Lulus, Sang Istri Meninggal
Bumi Siliwangi, isolapos.com-
Perjalanan hidup sosok guru yang tergolong muda ini seolah tak henti-hentinya diterpa cobaan kehidupan. Bekerja sebagai guru honorer sejak tahun 2000 di sebuah sekolah swasta dengan gaji yang tak seberapa tak juga meringankan kehidupannya dan keluarganya. Namun meski begitu, sekalipun tak pernah ia mengeluh akan segala keterbatasan dan cobaan yang dihadapi.
Tanpa lelah, meski harus pulang pergi mengayuh sepeda dengan jarak hampir 50 km dia tak pernah menyerah untuk datang mengajar murid-murid di SMK 1 Pasundan Banjaran demi menafkahi keluarganya. “Kadang ketika itu hujan, becek, sampai saya terjatuh dari sepeda, tapi saya tetap datang,” kata guru muda bernama Ali Mulyawan ini.
Bagai petir di siang bolong, Ali harus menerima takdir saat istrinya divonis terkena diabetes mellitus yang cukup kronis. Sejak saat itu, istri tercintanya lumpuh tak berdaya dan harus mendapatkan suntikan insulin yang harganya sangat mahal. Bahkan sampai dia harus berhenti kuliah demi mengurusi istrinya yang sakit.
Setiap hari Ali dengan penuh keikhlasan mengurus istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa lagi. Ditambah juga kedua buah hatinya yang kini sudah masuk ke kelas 3 Sekolah Dasar dan si bungsu yang berumur 3 tahun. “Mulai memandikan sampai menceboki pun saya yang lakukan untuk istri saya,” ucap Ali sambil terisak.
Hingga kabar gembira datang bahwa ada kesempatan untuk dirinya mengikuti sertifikasi 2011, yang mensyaratkan untuk mengikuti program Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG). Program PLPG ini dilaksanakan di kampus Universitas Pendidikan Indonesia pada tanggal 7 sampai 15 Oktober 2011.
Ali sangat optimis kala itu, berharap setelah lulus sertifikasi 2011 dan mendapat tunjangan, dia dapat membiayai pengobatan istrinya dan juga memenuhi janji kepada anaknya untuk mengajak mereka ke kebun binatang. “Optimis saya waktu itu, setidaknya hasil sertifikasi bisa digunakan membeli Insulin, dan mengajak anak saya yang setiap hari minta untuk main ke kebun binatang,” ujar Ali.
Bergegas Ali mengurusi berbagai persyaratan administrasi untuk mengikuti sertifikasi 2011. Hingga tiba waktunya untuk dia berangkat untuk mengikuti PLPG sebagai salah satu syarat mendapatkan sertifikat sebagai guru profesional.
Namun, cobaan datang menimpa Ali, Istrinya kala itu tengah terkulai tak berdaya dan hampir-hampir tak sadarkan diri. “Waktu itu istri saya syakaratul maut, dia hampir mau meninggal,” cerita Ali sambil menahan air matanya. Waktu itu Istrinya sempat mencegah Ali untuk berangkat PLPG. Sambil mendekap tubuh Ali, Istrinya meminta untuk Ali tak jadi berangkat karena dia ingin meninggal di pelukan Ali. “Istri saya ingin meninggal dipelukan saya,” kata Ali dengan nada pilu.
Betapa saat itu Ali bingung bercampur sedih yang mendalam, dilema yang dihadapi antara menemani istrinya yang hampir menemui ajal dan berangkat PLPG yang menjadi harapan satu-satunya untuk dapat membiayai istrinya untuk berobat hingga sembuh. “Saya terus meyakinkan istri saya agar mengizinkan untuk saya berangkat PLPG, saya katakan ini satu-satunya harapan agar kamu sembuh, uangnya bisa dipakai untuk membeli Insulin,” ungkap Ali sambil tak henti-hentinya mengucurkan air mata.
Akhirnya, setelah berkali-kali meyakinkan istrinya, Ali pun diizinkan untuk berangkat mengikuti PLPG. Dengan langkah berat Ali berangkat dan sempat berjanji bahwa secepatnya ia akan kembali menemani istrinya.
Saat PLPG berlangsung, penuh semangat Ali aktif di kelas, setiap perkuliahan dia duduk paling depan. Setiap materi yang diberikan dia simak dan catat dengan penuh keseriusan, berbagai program didalamnya pun ia ikuti dengan baik.
Namun cobaan berat kembali mendatangi Ali seusai pulang dari PLPG, saat pulang Ali harus menelan pahitnya kenyataan bahwa istri yang dicintainya, yang selama ini mengisi hari-harinya meninggal dunia. Sebelumnya Ali sempat menyerahkan potret dirinya peserta PLPG lainnya di depan gedung Isola kepada istrinya. “Istri saya meninggal sambil mendekap erat saya dan foto PLPG saya,” kata Ali terbata-bata menahan kesedihan.
Tidak hanya sampai disana, sudah jatuh tertimpa tangga, cobaan lain datang menimpa Ali dan keluarganya. Disaat dirinya dan keluarganya dirundung duka karena istri yang dicintainya meninggal, harta benda yang ada dirumahnya pun ikut hilang digasak pencuri. Akhirnya, habislah yang dimilikinya tak tersisa, harta yang tertinggal hanyalah kedua buah hati kecil yang dicintainya.
Pengumuman Sertifikasi
Beratnya cobaan Ali membuatnya sedih tak terkira, namun dia masih memegang harapan besar agar dia lulus mendapat Sertifikasi 2011. Lulus sertifikasi dan mendapat tunjangan profesi menjadi harapan terakhirnya untuk mengubah nasib berat yang ditanggungnya. Hingga pada Rabu tanggal 11 Januari 2011, hari dimana pengumuman kelulusan sertifikasi diumumkan di situs sertifikasiguru-r10.org. Kala itu Ali belum sempat melihat secara langsung. “Teman sayapun tidak berani mengabarkan kepada saya, kasian mungkin,” kata Ali.
Dan ketika dia melihat pengumuman, ternyata kata Lulus tidak tercantum bergendengan dengan nama Ali Mulyawan. Ali ternyata dinyatakan tidak lulus sertifikasi, harapan dia satu-satunya. Genap sudah cobaan yang menimpa Ali, dia kehilangan istrinya tercinta, kehilangan harta bendanya, dan sekarang kehilangan kesempatan untuk mendapat tunjangan profesi guru. “Memang tidak semua orang beruntung,” ucap Ali di sela tangis.
Sebelumnya, Ali tak mengetahui apa faktor yang menyebabkan dirinya tidak lulus. Pasalnya Ali telah memenuhi segala persyaratan yang disyaratkan untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi 2011. Sampai akhirnya, dirinya bersama hampir dua ribu guru yang senasib dengannya beraudiensi dengan pihak panitia di pelataran Gedung Gymnasium, Rabu (18/1).
Uman Suherman, Sekretaris Rayon X Sertifikasi Guru pada saat audiensi mengatakan bahwa salah satu persyaratan untuk jadi guru yang disertifikasi dari segi kualifikasi akademik ialah Ijazah terakhir dan Surat Keputusan (SK) pengangkatan guru minimal 6 tahun terhitung 1 Januari 2005. “6 tahun itu sebetulnya sarat pada saat mendaftarkan sertifikasi,” kata Uman di hadapan peserta yang tidak lulus.
Hal itulah yang menyebabkan Ali tidak mendapatkan kesempatan lulus sertifikasi 2011. Ijazah yang dimiliki Ali tercatat tahun 2008. Secara otomatis Ali gugur karena persyaratan kualifikasi akademik tersebut. “Saya tidak lulus dari sisi kualifikasi akademik, Ijazah saya 2008,” kata Ali.
Namun kenyataan tersebut tak juga menjadikan Ali puas. Karena menurut Ali, jika memang dirinya tidak lulus verifikasi kualifikasi akademik, kenapa dirinya lolos dan dapat mengikuti PLPG. Padahal, Uman sendiri mengatakan bahwa verifikasi tersebut dilakukan sejak peserta pertama mendaftarkan sertifikasi. “Yang membuat lebih saya sakit, saya akan menerima sebagai takdir saya tidak memenuhi kualifikasi akademik, jika ketika saya datang dilokasi saya dipulangkan, karena mungkin saya bisa ketemu istri saya dulu,” kata Ali kecewa.
Hingga saat berita ini diturunkan, Ali bersama para guru lainnya yang tidak lulus sertifikasi masih menanti hasil keputusan dari panitia. Rencananya, panitia akan merapatkan persoalan ini dan hari Jum’at mendatang akan diinformasikan hasil keputusannya kepada para peserta. “Kami jam setengah dua akan merapatkan persoalan hal ini, semoga kami dapat mengusahakan dan membantu para guru menyampaikan pertimbangan lain kepada Kemendikbud,” kata Uman. [Isman R Yoezron]