Kampus UPI Kurang Ramah Terhadap Perempuan

347

Oleh: Haris Norfaizi

Bumi Siliwangi, Isolapos.comBeberapa hari yang lalu, muncul beberapa akun-akun instagram yang menyinggung Pilpres Bem Rema UPI. Akun itu membahas salah satu Paslon Pilpres Bem Rema UPI yang merupakan perempuan. Sebagian besar mahasiswa UPI menganggap akun-akun itu diretas.

Akun-akun itu mengunggah berupa video ceramah tentang pemimpin perempuan. Serta unggahan foto berisikan narasi “Jaman perempuan jadi presiden aja banyak aset yang dijual. Kalo kejadian lagi gimana? Mau jual idealisme mahasiswa?”.

Unggahan tersebut menuai banyak kecaman dari kalangan mahasiswa. Bahkan mencapai ranah luar kampus seperti akun instagram @indonesiafeminis yang menganggap pernyataan tersebut mendiskriminasi perempuan.

Selain menuai kecaman serta kesalahpahaman, banyak kalangan terutama pemerhati hak perempuan yang kemudian menanyakan bagaimana hal seperti ini dapat terjadi. Hingga mempertanyakan peran kampus saat ada kasus diskriminasi. Tak hanya itu, seperti yang dilansir pada akun instagram @reswara_bdg, satu-satunya paslon perempuan yaitu Fatiha Khoirotunnisa Elfahmi dalam wawancaranya mengaku mendapat serangan mental. Hal itu pun merugikannya secara personal terkait kapabilitas dan kapasitasnya sebagai perempuan dalam naik sebagai calon presiden.

Ditegaskan pula bahwa menurut Reswara tindakan tersebut benar-benar disayangkan karena mahasiswa berfungsi sebagai agent of change. Maksudnya, mahasiswa seharusnya mengawal peradaban ke arah yang lebih baik. Reswara mempertanyakan sebuah intelekualitas seorang mahasiswa dengan menganggap perempuan menjadi kaum kelas dua yang termarjinalkan.

Padahal kejadian tersebut terjadi beberapa hari sebelum International Women’s Day. Menurut  Reswara hal itu menjadi sebuah ironi sekaligus bukti bahwa tindakan kolonial masih melekat pada individu hingga saat ini.

“Tak ayal pula sesama perempuan saling memarjinalkan satu sama lain ketika sudah menyangkut keberpihakkan atau kepentingan terhadap sesuatu. Perempuan harus marah dan berhak marah serta perlu menggugat pihak yang terkait agar menimbulkan efek jera dan sadar akan penambahan regulasi terkait kesetaraan gender ini,” jelas Reswara melalui akun instagramnya saat diwawancara oleh isolapos Jumat(6/3) lalu.

Reswara menambahkan bahwa sebagai individu yang merdeka tidak boleh menutup mata bahwa kejadian ini masih sering terjadi. Apalagi itu menjadi sesuatu yang lumrah seperti pelecehan seksual oleh sesama mahasiswa beberapa waktu yang lalu. “Perlindungan terhadap korban menjadi hal yang penting,” tambahnya.

Mereka juga mengecam tindakan diskriminasi dan menyatakan setiap orang memiliki hak yang sama terlepas dari gender yang dimilikinya. Selain itu, tuntutan kepada KPU Rema UPI dilayangkan sebagai pihak yang berwenang melakukan tindakan lebih lanjut. Reswara juga mengajak kepada seluruh mahasiswa untuk menciptakan sistem politik yang tidak memandang gender untuk acuan kinerja seseorang tersebut.

Namun, saat berita ini diterbitkan, akun-akun yang tidak bertanggungjawab itu telah menghilang setelah mencuatnya kasus ini ke ranah publik atau luar kampus. Menurut pantauan isolapos, pembahasan di ranah dunia maya keesokan harinya kembali normal seperti biasa tanpa kejelasan terhadap tindak lanjut pada kasus ini.

Hingga saat ini pelaku diskriminasi dan ujaran kebencian yang di akun-akun instagram masih belum diketahui.[]

 

Redaktur: Rio Tirtayasa

Comments

comments